KAIFIYAT SHALAT WITIR
Tata cara melaksanakan shalat witir itu ada dua cara:
Tata cara melaksanakan shalat witir itu ada dua cara:
Kedua : Memberi salam pada rakaat yang paling akhir dan duduk tasyahhud
Pada rakaat sebelum akhir.
Cara Kedua ini berlaku untuk shalat witir 7 dan 9 rakaat 3 rakaat, sebagaimana riwayat berikut ini :
“Sa’ad bin Hisyam berkata: aku bertanya (kepada Aisyah): ceritakanlah kepadaku tentang shalat witir Nabi saw! Ia menjawab: Beliau berwitir 8 rakaat tidak duduk melainkan pada yang kedelapan kemudian berdiri lalu sholat 1 rakaat yang lain, tidak duduk melainkan pada yang kedelapan dan kesembilan dan tidak memberi salam kecuali pada rakaat yang kesembilan, sesudah itu beliau shalat 2 rakaat sedang beliau dalam keadaan duduk, maka itu (jumlahnya) sebelas rakaat wahai anakku. Ketika beliau sudah mencapai usia tua dan menjadi gemuk, beliau berwitir 7 rakaat, tidak duduk melainkan pada rakaat keenam dan ketujuh dan tidak mengucapkan salam melainkan pada rakaat ketujuh kemudian beliau shalat 2 rakaat dengan duduk, maka itu 9 rakaat wahai anakku� (HR Abu Dawud).
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dengan lafadz:
“…..dan beliau shalat 9 rakaat, tidak duduk melainkan pada rakaat kedelapan, maka beliau berdzikir, bertahmid dan berdoa kepada Allah kemudian bangkit dan beliau tidak mengucap salam ….� (HR. Muslim).
Adapun lafadz Imam Nasai sebagai berikut :
“….beliau tidak duduk padanya kecuali pada rakaat kedelapan dan beliau bertahmid, bershalawat kepada Nabi-Nya saw dan berdoa diantaranya serta tidak memberi salam� (HR. Nasai).
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa shalat witir 9 rakaat itu tidak duduk melainkan pada rakaat kedelapan dan kesembilan dan tidak memberi salam melainkan pada duduk dui rakaat kesembilan. Duduk pada rakaat kedelapan itu diistilahkan duduk tasyahhud awal bagi sholat witir 9 rakaat. Adapaun duduk pada rakaat keenam bagi sholat witir 7 rakaat walaupun tidak tegas menunjukkan bahwa duduknya itu dengan membaca tasyahhud tetapi karena haditsnya menjadi satu dengan shalat witir 9 rakaat maka dapat diistinbath bahwa duduknya juga membaca tasyahhud.
Dengan demikian shalat 7 rakaat itu duduk tasyahhud pada rakaat yang ke enam tetapi tidak memberi salam padanya melainkan pada rakaat ketujuh sesudah baca tasyahhud. Hal ini telah dijelaskan dalam hadits berikut :
“Dari Ummu Salamah, dia berkata : Rasulullah saw shalat witir tujuh (rakaat) dan lima (rakaat) beliau tidak pisahkan antara rakaat-rakaatnya dengan salam dan perkataan.� (HR Ahmad, Nasai dan Ibnu Majah).
Berdasarkan keterangan-keterangan sebagaimana telah diuraikan di atas, jelaslah bahwa shalat witir itu tidak dipisahkan dengan salam di antara rakaat-rakaatnya dan juga tidak duduk tasyahhud pada tiap-tiap dua rakaat kecuali shalat witir 7 rakaat duduk tasyahhud pada rakaat keenam dan shalat witir 9 rakaat pada rakaat kedelapan.
Menurut ketentuan pokok tiap-tiap shalat yang lebih dari dua rakaat wajib duduk tasyahhud pada tiap-tiap dua rakaat. Ketentuan ini tidak berlaku karena ada hadits-hadits yang jelas dan tegas meniadakan duduk tasyahhud pada tiap-tiap dua rakaat shalat witir. Adapun shalat witir 7 rakaat dan 9 rakaat berlaku pula ketentuan khusus pada keduannya.
Ketentuan pokok bahwa tiap-tiap dua rakaat bagi shalat yang lebih dari dua rakaat itu umum, kemudian dikecualikan oleh dalil lain yang menunjukkna bahwa bagi shalat witir berlaku ketentuan khusus. Jadi antara keduannya tidak bertentangan tetapi antara keduanya berlaku antara umum dan khusus.
Adapaunshalat witir 7 rakaat ada riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah saw tidak duduk pada rakaat keenam tetapi langsung duduk tasyahhud akhir pada rakaat ketujuh.
“ Dari Aisyah ia berkata: ketika Rasulullah saw telah mencapai usia tua dan menjadi gemuk, beliau shalat tujuh rakaat, beliau tidak duduk melainkan pada rakaat yang terakhir dan beliau shalat dua rakaat dengan duduk sesudah memberi salam, maka itu sembilan rakaat wahai anakku.� (HR An-Nasai)
Menurut Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab Shahih Sunan an-Nasai, juz:1, hal:375 no. 1671 sanad hadits ini sahih. Maka dengan demikian shalat witir tujuh rakaat itu boleh dengan dua cara:
Pertama : duduk tasyahhud awal pada rakaat keenam dan duduk tasyahhud akhir pada rakaat ke tujuh terus salam.
Kedua : duduk tasyahhud akhir saja pada rakaat ketujuh terus salam tanpa duduk pada rakaat ke enam.
Disalin dari buku SHIFAT DAN KAIFIYAT QIYAMUL-LAIL oleh Aliga Ramli, Lc
Pada rakaat sebelum akhir.
Cara Kedua ini berlaku untuk shalat witir 7 dan 9 rakaat 3 rakaat, sebagaimana riwayat berikut ini :
“Sa’ad bin Hisyam berkata: aku bertanya (kepada Aisyah): ceritakanlah kepadaku tentang shalat witir Nabi saw! Ia menjawab: Beliau berwitir 8 rakaat tidak duduk melainkan pada yang kedelapan kemudian berdiri lalu sholat 1 rakaat yang lain, tidak duduk melainkan pada yang kedelapan dan kesembilan dan tidak memberi salam kecuali pada rakaat yang kesembilan, sesudah itu beliau shalat 2 rakaat sedang beliau dalam keadaan duduk, maka itu (jumlahnya) sebelas rakaat wahai anakku. Ketika beliau sudah mencapai usia tua dan menjadi gemuk, beliau berwitir 7 rakaat, tidak duduk melainkan pada rakaat keenam dan ketujuh dan tidak mengucapkan salam melainkan pada rakaat ketujuh kemudian beliau shalat 2 rakaat dengan duduk, maka itu 9 rakaat wahai anakku� (HR Abu Dawud).
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dengan lafadz:
“…..dan beliau shalat 9 rakaat, tidak duduk melainkan pada rakaat kedelapan, maka beliau berdzikir, bertahmid dan berdoa kepada Allah kemudian bangkit dan beliau tidak mengucap salam ….� (HR. Muslim).
Adapun lafadz Imam Nasai sebagai berikut :
“….beliau tidak duduk padanya kecuali pada rakaat kedelapan dan beliau bertahmid, bershalawat kepada Nabi-Nya saw dan berdoa diantaranya serta tidak memberi salam� (HR. Nasai).
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa shalat witir 9 rakaat itu tidak duduk melainkan pada rakaat kedelapan dan kesembilan dan tidak memberi salam melainkan pada duduk dui rakaat kesembilan. Duduk pada rakaat kedelapan itu diistilahkan duduk tasyahhud awal bagi sholat witir 9 rakaat. Adapaun duduk pada rakaat keenam bagi sholat witir 7 rakaat walaupun tidak tegas menunjukkan bahwa duduknya itu dengan membaca tasyahhud tetapi karena haditsnya menjadi satu dengan shalat witir 9 rakaat maka dapat diistinbath bahwa duduknya juga membaca tasyahhud.
Dengan demikian shalat 7 rakaat itu duduk tasyahhud pada rakaat yang ke enam tetapi tidak memberi salam padanya melainkan pada rakaat ketujuh sesudah baca tasyahhud. Hal ini telah dijelaskan dalam hadits berikut :
“Dari Ummu Salamah, dia berkata : Rasulullah saw shalat witir tujuh (rakaat) dan lima (rakaat) beliau tidak pisahkan antara rakaat-rakaatnya dengan salam dan perkataan.� (HR Ahmad, Nasai dan Ibnu Majah).
Berdasarkan keterangan-keterangan sebagaimana telah diuraikan di atas, jelaslah bahwa shalat witir itu tidak dipisahkan dengan salam di antara rakaat-rakaatnya dan juga tidak duduk tasyahhud pada tiap-tiap dua rakaat kecuali shalat witir 7 rakaat duduk tasyahhud pada rakaat keenam dan shalat witir 9 rakaat pada rakaat kedelapan.
Menurut ketentuan pokok tiap-tiap shalat yang lebih dari dua rakaat wajib duduk tasyahhud pada tiap-tiap dua rakaat. Ketentuan ini tidak berlaku karena ada hadits-hadits yang jelas dan tegas meniadakan duduk tasyahhud pada tiap-tiap dua rakaat shalat witir. Adapun shalat witir 7 rakaat dan 9 rakaat berlaku pula ketentuan khusus pada keduannya.
Ketentuan pokok bahwa tiap-tiap dua rakaat bagi shalat yang lebih dari dua rakaat itu umum, kemudian dikecualikan oleh dalil lain yang menunjukkna bahwa bagi shalat witir berlaku ketentuan khusus. Jadi antara keduannya tidak bertentangan tetapi antara keduanya berlaku antara umum dan khusus.
Adapaunshalat witir 7 rakaat ada riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah saw tidak duduk pada rakaat keenam tetapi langsung duduk tasyahhud akhir pada rakaat ketujuh.
“ Dari Aisyah ia berkata: ketika Rasulullah saw telah mencapai usia tua dan menjadi gemuk, beliau shalat tujuh rakaat, beliau tidak duduk melainkan pada rakaat yang terakhir dan beliau shalat dua rakaat dengan duduk sesudah memberi salam, maka itu sembilan rakaat wahai anakku.� (HR An-Nasai)
Menurut Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab Shahih Sunan an-Nasai, juz:1, hal:375 no. 1671 sanad hadits ini sahih. Maka dengan demikian shalat witir tujuh rakaat itu boleh dengan dua cara:
Pertama : duduk tasyahhud awal pada rakaat keenam dan duduk tasyahhud akhir pada rakaat ke tujuh terus salam.
Kedua : duduk tasyahhud akhir saja pada rakaat ketujuh terus salam tanpa duduk pada rakaat ke enam.
Disalin dari buku SHIFAT DAN KAIFIYAT QIYAMUL-LAIL oleh Aliga Ramli, Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar