Jumat, 13 November 2009

Berwudhu Sesuai Tuntunan Rasulullah SAW


Berwudlu’ adalah salah satu dari syarat sahnya shalat, sebagaimana hal ini telah ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam sabda beliau berikut:

“Tidak diterima shalat salah seorang dari kalian, apabila dia berhadats (yakni batal wudlunya, pent), sehingga dia berwudlu.” (HR. Muslim dalam Shahih nya halaman 459 juz 3 Bab Wujubut Thaharah lis Shalah no hadits 225 / 2, dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu ).

Dengan berita dari Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam seperti ini, kita telah mengetahui bahwa berwudlu adalah amalan ibadah yang sangat penting untuk dipahami dan diamalkan dengan benar.



BEBERAPA KETENTUAN DI SEPUTAR IBADAH

Karena wudlu’ merupakan bagian terpenting dari ibadah, maka pelaksanaannya harus pula dengan menunaikan ketentuan-ketentuan utama dari ibadah. Ketentuan-ketentuan utama tersebut adalah sebagai berikut:

1). Amalan itu harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata. Hal ini berkenaan dengan ketentuan hati dalam meniatkannya. Sebab amalan ibadah yang tidak diniatkan untuk Allah semata, maka amalan itu akan sia-sia dan tidak ada nilainya sama sekali. Allah Ta`ala menegaskan ketentuan ini dalam firman-Nya sebagai berikut :

“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu (hai Muhammad) dan kepada Nabi-Nabi sebelummu, bahwa bila engkau menyekutukan Allah dengan lain-Nya dalam ibadahmu, niscaya akan batallah amalanmu. Dan sungguh engkau akan termasuk dalam golongan orang-orang yang merugi.” ( Az-Zumar : 65)

2). Amalan itu haruslah dilakukan dengan tuntunan dari Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam . Hal ini telah ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam sabda beliau sebagimana berikut ini:

“Barang siapa beramal dengan suatu amalan yang bukan dari ajaran kami, maka dia itu tertolak amalannya”. (HR. Muslim )

Maka dengan dua ketentuan tersebut, berwudlu haruslah dengan membersihkan hati kita dari segala niat untuk selain Allah serta memurnikan niat kita berwudlu’ hanya untuk Allah semata, dan kita juga harus mengerti apa yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam dalam kaitannya dengan seputar amalan wudlu tersebut. Dengan ketentuan tersebut, kita dilarang ikut-ikutan dalam mengamalkan kewajiban berwudlu, tetapi harus memastikan secara ilmiah bahwa cara berwudlu kita itu memang telah sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam .

KEUTAMAAN BERWUDLU’ BAGI KAUM MU’MININ

Agar kita menjadi lebih bersemangat mengamalkan tuntunan berwudlu dengan benar dalam rangka beribadah kepada Allah Ta`ala, perlu juga kita mengerti beberapa keutamaan amalan wudlu’ di sisi Allah Ta`ala. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam telah memberitakan beberapa keutamaan itu dalam sabda-sabda beliau berikut ini:

“Sesungguhnya ummatku akan datang di hari kiamat dalam keadaan bersinar anggota tubuhnya karena bekas terkena air wudlu. Maka barang siapa dari kalian ingin memanjangkan sinar anggota tubuhnya yang terkena wudlu, hendaklah dia lakukan.” (HR. Muslim dalam Shahih nya juz 3 halaman 483 bab Istihbab Ithalatul Ghurrah wat Tahjil fil Wudlu’ , dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu . Hadits ini diriwayatkan pula oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih nya Kitabul Wudlu’ bab Fadl-lul Wudlu’ wal Ghurrul Muhajjalin min Aatsaril Wudlu’ dengan lafadh yang sedikit berbeda).

Pengertian “ memanjangkan sinar anggota tubuhnya yang terkena wudlu ”, ialah bahwa ketika berwudlu membasuh dengan air wudlu anggota tubuhnya lebih panjang dari batas minimal ketentuan membasuh anggota tubuh itu. Misalnya batas minimal membasuh kedua tangan adalah kedua siku. Maka dalam rangka memanjangkan sinar anggota tubuh yang terkena air wudlu itu, diperbolehkan memanjangkannya sampai ke ketiak. Demikian pula batas membasuh kedua telapak kaki adalah kedua mata kaki. Maka dalam rangka tujuan yang sama, boleh membasuhnya sampai ke lutut. Demikian dijelaskan oleh Al-Imam An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim juz 3 hal. 482.

Juga Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:

“Tidaklah seorang Muslim berwudlu, kemudian dia melakukannya dengan sebaik-baiknya, kemudian setelah itu dia menunaikan shalat, kecuali Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang terjadi di masa antara shalatnya itu dengan shalat berikutnya.” (HR. Muslim dalam Shahih nya juz 3 halaman 464 no hadits 227/5 bab Kitabut Thaharah bab Fadllul Wudlu’ was Shalah Aqibahu , dari Utsman bin Affan radliyallahu `anhu ).

Juga beliau bersabda:

“Barangsiapa berwudlu, dan ia menjalankannya dengan baik, niscaya akan keluar dosa-dosanya dari jasadnya, sampaipun akan keluar dari bawah kuku-kukunya.” (HR. Muslim dalam Shahih nya juz 3 Kitabut Thaharah bab Wujub Isti’ab Jami’i Ajza’Mahallait Thaharah , dari Utsman bin Affan radliyallahu `anhu ).

Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat shahih dari sabda Nabi shallallahu `alaihi wa sallam yang menerangkan betapa besar keutamaan wudlu’ yang dilakukan oleh seorang Mukmin apabila wudlu tersebut diamalkan dengan benar. Di samping dapat menghapuskan dosa-dosa kita, keutamaan berwudlu lainnya ialah bahwa Ahlul Wudlu’ (yakni orang yang suka berwudlu’) akan sangat dikenali oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam di hari kiamat dengan sinar kemuliaan dari anggota tubuhnya yang terkena air wudlu. Tentu orang yang dikenali oleh beliau sebagai ummat beliau di hari kiamat, akan disyafaati oleh beliau dengan ijin Allah Ta`ala.

TUNTUNAN BERWUDLU’ YANG BENAR

Agar kita dapat menjalankan kewajiban berwudlu’ dengan benar dan baik, sehingga kita memperoleh segenap keutamaan berwudlu’ sebagaimana yang telah diberitakan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam , maka kita wajib mempelajari bagaimana cara berwudlu’ yang benar. Berikut ini kami bawakan riwayat-riwayat tuntunan berwudlu’ dari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam serta penjelasan para Ulama’ tentangnya. Sebelum kita membahas tuntunan wudlu’ sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi kita, perlu kita memahami firman Allah Ta`ala yang menjelaskan cara berwudlu’ sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur’an surat Al-Ma’idah 6:

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian berdiri untuk menunaikan shalat, maka cucilah wajah kalian dan kedua tangan kalian sampai ke kedua siku. Dan usaplah dengan air wudlu kepala kalian. Dan cucilah kedua telapak kaki kalian sampai ke kedua mata kaki.” ( Al-Maidah : 6)

Para Ulama’ menyatakan bahwa apa yang disebutkan oleh Allah Ta`ala di ayat ini adalah amalan yang wajib dalam berwudlu’. Demikian diterangkan oleh Al-Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya dalam Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an jilid 3 halaman 2080. Adapun niat, itu sudah termasuk kewajiban berwudlu yang disebutkan oleh ayat ini, ketika Allah menyatakan dalam firman-Nya (yang artinya): “ Dan apabila kamu berdiri untuk shalat, maka cucilah wajah kalian .” Jadi mencuci wajah dan selanjutnya adalah dalam rangka menunaikan shalat. Ini adalah isyarat dari Allah Ta`ala tentang wajibnya niat untuk melaksanakan wudlu’. Demikian diterangkan oleh Al-Imam Asy-Syaukani dalam Fathul Qadir jilid 2 halaman 18. Sedangkan amalan berwudlu’ yang lainnya adalah merupakan adab dan sunnah, sebagaimana hal ini ditegaskan oleh Al-Imam Al-Qurtubi. Demikianlah keterangan Allah Ta`ala dalam firman-Nya di Al-Qur’an tentang cara berwudlu’.

Adapun keterangan dalam hadits-hadits Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam tentang tuntunan berwudlu’ secara lengkap adalah sebagai berikut:

Dari Humran maula Utsman bin Affan radliyallahu `anhu memberitakan bahwa dia pernah melihat Utsman bin Affan meminta disediakan air wudlu. Kemudian beliau menuangkan dari bejana itu kepada kedua telapak tangannya sehingga mencucinya tiga kali. Kemudian beliau memasukkan telapak tangan kanannya ke dalam air itu guna mengambil air dengannya untuk berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung serta mengeluarkannya. Setelah itu beliau mencuci wajah beliau sebanyak tiga kali. Kemudian mencuci kedua tangannya sampai ke siku sebanyak tiga kali. Selanjutnya beliau mengusap kepalanya dengan air itu, dan setelah itu beliau mencuci kedua kakinya masing-masing sebanyak tiga kali. Kemudian setelah itu beliau menyatakan: “Aku melihat Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berwudlu’ seperti wudlu’ku ini.” (HR. Bukhari dalam Shahih nya, Kitabul Wudlu’ Bab Al-Madlmadlah fil Wudlu’ hadits ke 164, lihat Fathul Bari juz 1 halaman 266 no hadits 164)

Abdullah bin Zaid radliyallahu `anhu ketika ditanya bagaimana cara wudlu’ Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam , maka beliau pun memperagakan bagaimana cara berwudlu’ Nabi shallallahu `alaihi wa sallam dengan mencuci kedua telapak tangannya masing-masing dua kali. Kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung (serta mengeluarkannya, pent) sebanyak tiga kali. Setelah itu mencuci wajahnya tiga kali dan kemudian mencuci kedua tangannya sampai ke kedua sikunya masing-masing dua kali. Kemudian mengusap kepalanya dengan kedua telapak tangannya dengan cara meletakkan kedua telapak tangannya di bagian depan rambut kepalanya dan menggerakkan kedua telapak tangan itu ke bagian belakang kepalanya dan kembali lagi ke depan. Demikian beliau lakukan dalam mengusap kepala dan dilakukan hanya sekali, sebagaimana diterangkan demikian dalam Shahih Muslim Kitabut Thaharah Bab Shifatul Wudlu’ hadits ke 235, pent. Kemudian beliau mencuci kedua kaki beliau.” (HR. Bukhari dalam Shahih nya, Kitabul Wudlu’ Bab Mas-hur Ra’si Kullihi , hadits ke 185).

Riwayat Abdullah bin Zaid ini memberitakan bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mencuci kedua tangannya masing-masing dua kali. Sedangkan dalam riwayat Utsman bin Affan, beliau memberitakan bahwa mencuci tangan itu tiga kali. Bahkan dalam riwayat lain, Abdullah bin Zaid menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam membasuh anggota badannya dalam berwudlu, masing-masing dua kali. (HR. Bukhari hadits ke 158, Bab Al-Wudlu’ Marratain Marratain ). Juga Abdullah bin Abbas radliyallahu `anhuma menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berwudlu dengan membasuh anggota badannya masing-masing sekali. (HR. Bukhari hadits ke 157, Bab Al-Wudlu’ Marratan Marratan ). Maka dengan demikian, kewajiban membasuh anggota badan dalam berwudlu’ itu boleh sekali, atau dua kali, dan boleh juga tiga kali. Yang terpenting daripadanya ialah bila air wudlu’ itu dipastikan telah merata mengenai seluruh anggota badan yang wajib terkena air wudlu’ itu.

Di samping itu dalam riwayat Abdullah bin Zaid di atas telah diberitakan cara yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam mengusap kepala dengan air wudlu’. Yaitu dengan mengusapkan kedua telapak tangan yang telah dicelupkan ke dalam air wudlu’, dan diletakkan di bagian dahi paling atas. Kemudian kedua telapak tangan itu digerakkan ke arah kepala bagian belakang atau tengkuk, setelah itu dikembalikan kedua telapak tangan itu ke tempat semula (yaitu bagian depan kepala atau bagian atas dahi). Yang demikian itu dilakukan hanya sekali, bukan dua kali atau lebih. Demikianlah semestinya mengusap kepala dalam berwudlu’ sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam .

Sedangkan ketentuan lain daripada wudlu’ itu ialah memulainya dari bagian kanan dari anggota badan yang dibasuh itu, setelah itu baru sebelah kiri. Karena hal ini telah diberitakan oleh A’isyah Ummul Mu’minin radliyallahu `anha bahwa: “Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam itu senang memulai dengan bagian kanannya dalam memakai alas kaki, atau dalam bersisir, dan dalam bersuci, serta dalam segala urusannya (yang mulia, pent).” Demikian dalam hadits riwayat Bukhari dalam Shahih nya, Kitabul Wudlu’ Bab Tayammunu fil Wudlu’ wal Ghusli , hadits ke 168.

Adapun permasalahan mengusap kedua daun telinga, maka dalam perkara ini telah diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dalam Sunan nya dalam Abwabut Thaharah Bab Ma Jaa’a annal Udzunain Minar Ra’si dari Abu Umamah radliyallahu `anhu hadits ke 37 yang memberitakan: “Nabi shallallahu `alaihi wa sallam berwudlu’, kemudian beliau mencuci wajahnya tiga kali, dan kedua tangannya tiga kali. Dan beliau mengusap kepalanya, dan beliau menyatakan: “Kedua telinga adalah bagian dari kepala (yakni bagian kepala yang harus diusap dengan air wudlu’, pent).” Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abu Dawud dalam Sunan nya dan Ibnu Majah dalam Sunan nya. Al-Imam Ahmad Syakir rahimahullah telah menerangkan panjang lebar tentang keshahihan hadits ini dan membantah segala keraguan tentang keshahihannya, dalam catatan kaki beliau terhadap Sunan At-Tirmidzi terbitan Darul Kutub Al-Ilmiyah cet. th. 1356 H / 1937 M. Juga Al-Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menshahihkan hadits ini dalam catatan kaki beliau terhadap kitab Misykatul Mashabiih jilid 1 hal. 131 hadits ke 416. Selanjutnya, tentang cara mengusap kedua daun telinga itu adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Dawud As-Sijistani dalam Sunan nya, Kitabut Thaharah Bab Al-Wudlu’ Tsalatsan Tsalatsan hadits ke 135 dari Amer bin Syu’aib dari bapaknya, dari kakeknya (yakni dari Abdullah bin Amer bin Al-Ash radliyallahu `anhuma , pent), memberitakan bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berwudlu’ (kemudian diceritakan wudlu’nya), kemudian diberitakan: “Beliau mengusap kepalanya, kemudian beliau memasukkan kedua jari telunjuknya ke dalam kedua lubang telinganya dan meletakkan ibu jari beliau di bagian punggung daun telinga beliau, sehingga beliau mengusap punggung daun telinga itu dengan ibu jari dan mengusap bagian dalam daun telinga itu dengan jari telunjuk beliau.”

Jadi mengusap kedua daun telinga dilakukan setelah mengusap kepala dengan air wudlu’ dan tidak perlu mengambil air wudlu’ lagi untuk mengusap kedua telinga itu. Akan tetapi bergandengan pengusapannya setelah gerakan mengusap kepala.

Kemudian permasalahan mengucap basmalah ketika akan memulai amalan wudlu’, maka hal ini telah diriwayatkan oleh Sa’ied bin Zaid bin Amer bin Nufail radliyallahu `anhu , bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak sah wudlu’ seseorang bila tidak membaca bismillah padanya.” (HR. At-Tirmidzi dalam Sunan nya, Abwabut Thaharah Bab Ma Jaa’a Fit Tasmiyah ‘indal Wudlu’ dari Said bin Zaid, juga diriwayatkan pula oleh Al-Baihaqi dengan lafadh yang sama, lihat As-Sunanul Kubra juz 1 Kitabut Thaharah Bab At-Tasmiyah ‘alal Wudlu hal. 43 dari Abu Said Al-Khudri radliyallahu `anhu )

Al-Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Talkhisul Habir jilid 1 hal. 123 – 128 membawakan beberapa riwayat dan sanad hadits tersebut di atas, kemudian beliau menyatakan kesimpulannya: “Yang nyata dari segenap hadits-hadits tersebut, jadilah hadits ini mempunyai kekuatan sanad (yakni mempunyai keakuratan berita, pent) yang menunjukkan bahwa berita tentang sabda Nabi tersebut mempunyai asal usul (yakni nara sumbernya bisa dipercaya, pent). Abu Bakar bin Abi Syaibah telah berkata: “Telah pasti bagi kami bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam telah bersabda dengannya.”

Dengan demikian, maka memulai wudlu’ dengan membaca bismillah adalah termasuk kewajiban wudlu’ berdasarkan hadits tersebut di atas. Demikian dinyatakan oleh dua orang Imam dari kalangan tabi`in, Ishaq bin Rahuyah dan Al-Hasan Al-Basri rahimahumullah . Al-Imam At-Tirmidzi memberitakan hal ini dalam Sunan nya dan Al-Mundziri dalam Targhib nya.

Dalam menjalankan amalan wudlu’, diwajibkan pula untuk menyilang-nyilang jari jemari tangan dan kaki agar air wudlu’ itu sampai ke seluruh tangan dan kaki yang wajib dibasuh. Hal ini telah diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam sabda beliau sebagai berikut ini:

“Apabila kamu berwudlu’, maka silang-silangkanlah jari-jemari kedua tanganmu dan kedua kakimu.” (HR. At-Tirmidzi dalam Sunan nya kitabut Thaharah jilid 1 bab Takhlilu Al-Ashabi`a halaman 57 hadits ke 39 dari Ibnu Abbas radliyallahu `anhu , juga Ibnu Majah dalam Sunan nya Kitabut Thaharah jilid 1 bab Takhlilu Al-Ashabi`a halaman 153 hadits ke 447 dan juga Ahmad dalam Musnad nya dari Ibnu Abbas radliyallahu `anhuma ).

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah telah menjelaskan dalam Talkhisul Habir jilid 1 hal. 165 bahwa Al-Imam Al-Bukhari telah menghasankan hadits ini. Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah dalam Nailul Authar jilid 1 hal. 191 menyatakan: “Hadits-hadits ini menunjukkan disyariatkannya menyilang-nyilangkan jari-jemari tangan dan kaki. Dan hadits-hadits dalam perkara bab ini saling menguatkan satu dengan lainnya sehingga sangat meyakinkan wajibnya perkara ini.”

Adapun menyilang-nyilangkan jari-jemari pada jenggot dengan air wudlu dalam berwudlu’, maka yang demikian ini adalah salah satu sunnah dari amalan-amalan sunnah wudlu’. Berhubung apa yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam Sunan nya, Abwabut Thaharah Bab Ma Jaa’a fi Takhlilil Lihyah , hadits ke 31 dari riwayat Israil yang meriwayatkannya dari Amir bin Syaqiq. Beliau meriwayatkannya dari Abu Wa’il. Dan beliau meriwayatkannya dari Utsman bin Affan yang memberitakan bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam menyilang-nyilang jenggot beliau (dalam berwudlu’, pent). Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullah menjelaskan: “Muhammad bin Ismail berkata (yakni Al-Imam Al-Bukhari, pent): Hadits yang paling shahih dalam bab ini ialah yang diriwayatkan oleh Amir bin Syaqiq dari Abu Wa’il dari Utsman bin Affan.”

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah dalam Nailul Authar jilid 1 hal. 186 menjelaskan: “Yang benar bahwa hadits-hadits dalam bab ini setelah diyakini bahwa hadits-hadits tersebut dapat dijadikan dalil, bahwa hadits-hadits itu tidak menunjukkan wajibnya perbuatan tersebut.”

Al-Imam Al-Mubarakfuri rahimahullah dalam Tuhfatul Ahwadzi jilid 1 hal. 129 menerangkan bahwa jumhur Ulama’ (yakni mayoritas Ulama’) berpandangan bahwa menyilang-nyilangkan air wudlu’ diantara jenggot adalah sunnah bila dalam berwudlu’, tetapi perbuatan tersebut adalah wajib dalam amalan mandi junub. Kemudian beliau menambahkan: “Aku katakan: pendapat yang paling mantap dan kuat menurut aku ialah pendapat kebanyakan Ulama’ tersebut, Wallahu Ta`ala A’lam .”

Demikianlah kami nukilkan kepada pembaca sekalian, pendapat yang paling kuat menurut kami dengan melihat dalil-dalil yang shahih sanadnya dari para Ulama’ yang berpendapat seperti itu.

Kemudian amalan sunnah yang lainnya dalam berwudlu’ adalah mengucapkan syahadat setelah berwudlu’. Hal ini sebagaimana yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam sabda beliau berikut ini:

“Barangsiapa yang berwudlu’ kemudian setelahnya mengatakan: Asyhadu anlaa ilaaha illallahu wahdahu laa syariikalah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu (artinya: Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah yang esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi pula bahwa Muhammad itu adalah hambaNya dan RasulNya, pent), niscaya akan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang delapan untuk dia masuk dari mana saja yang dia suka.” Dalam riwayat lain bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menyebutkan seperti itu juga tanpa menyebutkan: Barangsiapa berwudlu maka setelahnya dia berkata: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarikalahu wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluhu .” (HR. Muslim dalam Shahih nya, Kitabut Thaharah Bab Al-Mustahab Aqbal Wudlu’ , dari riwayat Uqbah bin Amir Al-Juhaniy radliyallahu `anhu ).

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa membaca bacaan ini setelah berwudlu’ adalah sunnah ( Syarah Shahih Muslim , Al-Imam An-Nawawi, juz 3 hal. 472).

Hal yang sangat diperingatkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam adalah kelalaian banyak orang dalam membasuh kedua telapak kakinya, untuk membasuh telapak kaki bagian belakang. Sehingga bagian tersebut sering tidak terkena air wudlu’ dan tentunya yang demikian ini menyebabkan tidak sahnya wudlu’ tersebut dan berakibat pula tidak sahnya shalat yang dilakukan sesudahnya. Demikian ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam , ketika melihat seorang yang telah berwudlu’ tetapi dia meninggalkan bagian di kakinya tempat yang tidak terkena air wudlu’ sebesar satu kuku, dan hal ini dilihat oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam , maka beliaupun memerintahkan kepadanya untuk kembali berwudlu’ dengan cara yang lebih baik. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim An-Nisaburi dalam Shahih nya hadits ke 243, dari Umar bin Al-Khattab radliyallahu `anhu . Terhadap hadits ini Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan: “Hadits ini menunjukkan bahwa barangsiapa meninggalkan sebagian kecil dari anggota badan yang wajib untuk dibasuh dengan air wudlu’, maka tidak sah wudlu’nya dan pendapat yang demikian ini telah disepakati oleh para Ulama’.” ( Syarah Shahih Muslim , Al-Imam An-Nawawi, juz 3 halaman 480).

Bahkan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam ketika melihat seorang pria tidak mencuci telapak kaki bagian belakang, maka beliau mengingatkan:

“Celakalah bagi telapak kaki bagian belakang yang tidak terkena air wudlu’ dengan jilatan api neraka.” (HR. Muslim dalam Shahih nya jilid 1, 2, 3 Kitabut Thaharah Bab Wujub Ghuslir Rijlain wastii`aabi jamii`i ajzaa’i mahalli ath-thaharaah halaman 480 no. 242 dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu ).

KESIMPULAN DAN PENUTUP

Demikianlah mestinya pelaksanaan berwudlu’ sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dengan riwayat-riwayat yang shahihah menurut penjelasan para Ulama’ Ahlil Hadits. Dan bila berbagai pembahasan tersebut di atas kita simpulkan, maka cara berwudlu’ yang benar itu ialah sebagai berikut:

1). Berniat yang ikhlas karena Allah Ta`ala semata menunaikan wudlu’ untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya dalam beribadah untuk-Nya.

2). Mengucapkan bismillah ketika akan memulai amalan wudlu’nya.

3). Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan dan menyilang-nyilangkan air di antara jari jemari tangan. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali dengan memulai dari tangan sebelah kanan.

4). Berkumur-kumur dan memasukkan pula air ke hidung sebanyak tiga kali.

5. Membasuh muka dengan menyilang-nyilangkan pula air wudlu’ itu di antara rambut jenggot dan cambang sehingga air wudlu’ itu merata mengenai seluruh bagian wajah sampai batas wajah dengan telinga dan rambut kepala. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali.

6). Membasuh tangan sebelah kanan sampai ke siku dengan menyilangkan-nyilangkan air wudlu’ di antara jari jemari tangan. Dilakukan yang demikian ini sebanyak tiga kali.

7). Membasuh tangan sebelah kiri dengan cara yang serupa ketika membasuh tangan sebelah kanan.

8). Mengusapkan air wudlu’ ke kepala dengan cara mencelupkan kedua telapak tangan ke dalam air wudlu’ kemudian meletakkan keduanya di bagian depan kepala dan di jalankan keduannya pada bagian atas rambut kepala itu ke bagian belakang kepala (yakni ke tengkuk), kemudian keduanya dikembalikan lagi ke depan. Kemudian langsung mengusap kedua daun telinga dengan memasukkan kedua jari telunjuk ke dalam lubang telinga serta mengusap dengannya bagian dalam telinga itu dan mengusapkan kedua ibu jari ke bagian belakang daun telinga. Hal ini dilakukan sekali.

9). Membasuh bagian kanan telapak kaki sampai ke mata kaki dengan menyilang-nyilangkan air wudlu’ ke jari jemarinya. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali.

10). Melakukan perbuatan yang sama dengan telapak kaki sebelah kirinya seperti yang dilakukan di telapak kaki sebelah kanan.

11). Mengucapkan syahadatain setelah menjalankan seluruh amalan wudlu’ itu.

12). Disunnahkan untuk melebihkan dalam membasuh dan mengusap anggota badan yang harus dialiri air wudlu’ dari batas minimalnya. Yaitu membasuh kedua tangan sampai ke kedua ketiak, membasuh kepala sampai ke tengkuk dan leher, membasuh kedua telapak kaki sampai ke kedua lutut atau paha.

13). Menigakalikan atau menduakalikan dalam membasuh bagian-bagian badan yang harus dibasuh dalam berwudlu’ adalah sunnah. Sedangkan yang wajib adalah sekali bila diyakini bahwa air wudlu’ telah rata mengena seluruh bagian tubuh yang harus terkena.

14). Disunnahkan pula untuk menjalani wudlu dengan sesuai tertib urutan yang disebutkan di atas.

Demikianlah cara berwudlu yang benar sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam . Dan kita menjalankan tuntunan tersebut, karena berwudlu’ adalah salah satu dari amalan ibadah yang harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah dan dengan tuntunan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam .

Disalin dari: http://alghuroba.org/cara.php

Tidak ada komentar:

Posting Komentar