Minggu, 30 Mei 2010

40 Manfaat Shalat Berjama'ah (Khatimah)

oleh : Syaikh Abu Abdillah Musnid al-Qahthani


Khatimah

Segala puji bagi Allah subhanahu wata'aala, Dzat yang dengan nikmat-Nya kebaikan menjadi sempurna.
Setelah disebutkan keutamaan, faedah dan manfaat yang terkandung di dalam shalat berjama’ah, di mana tidak seorangpun yang mengetahui batasannya melainkan Allah subhanahu wata'aala, jelaslah bagi kita betapa besar keagungan, urgensi dan kedudukannya di dalam Islam berdasarkan teks-teks Al-Qur’an dan as-Sunnah.
Dan pembaca yang budiman......
Berikut kami ketengahkan sebagian perkataan para sahabat dan para Ulama setelahnya yang menjelaskan secara tegas tentang hukum shalat berjama’ah.

  • Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan Abi Musa al-Asy’ari radhiyallahu 'anhuma, bahwa keduanya berkata: “Barangsiapa mendengar adzan, lalu dia tidak mendatanginya tanpa ada halangan maka tidak ada shalat baginya.”
  • Diriwayatkan dari Ali radhiyallahu 'anhu, bahwa dia berkata: “Barangsiapa mendengar adzan, lalu dia tidak mendatanginya maka shalatnya tidak akan sampai kepalanya kecuali ada halangan.”
  • Diriwayatkan dari A’isyah radhiyallahu 'anha, dia berkata: “Barangsiapa mendengar adzan lalu tidak mendatanginya maka dia tidak menghendaki kebaikan begitupun kebaikan tidak menghendakinya”.
  • Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: “Sungguh dua telinga anak Adam dipenuhi dengan timah panas (sebagai siksaan) lebih baik daripada dia mendengar seruan seorang muadzin lalu dia tidak memenuhi panggilannya”.
  • Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu bahwasanya dia ditanya perihal seorang laki-laki yang puasa di siang hari dan shalat di malam hari, namun tidak menghadiri shalat Jum’at dan berjama’ah? Maka dia berkata: “tempatnya di neraka.”
  • Suatu saat Atha’ bin Abi Rabah berkata: “Tidaklah seseorang dari hamba Allah yang menetap di kota dan di perkampungan mendapatkan keringanan apabila mendengar adzan untuk meninggalkan shalat (berjama’ah)”.
  • Berkata al-Auza’i: “Tidak ada ketaatan terhadap kedua orang tua di dalam meninggalkan shalat Jum’at dan shalat berjama’ah baik mendengar adzan atau tidak”. (Lihat, ucapan-ucapan di atas dalam kitab al-Ausath fi as-Sunan wa al-Ijma’ wa al-Khilaf, karya Ibnu al-Mundzir, IV/136-137)
  • Imam al-Bukhari rahimahullah berkata di dalam Sahihnya: “Bab Wajibnya ShaLat Berjama’ah”
  • Para ulama madzhab Hanafi dan Maliki mengatakan: “Shalat berjama’ah hukumnya sunnah mu’akkadah (yang ditekankan), namun demikian orang yang meninggalkannya berdosa dan sah shalat dengan tidak berjama’ah. Adapun perbedaan antara mereka dengan yang mengatakan bahwa shalat berjama’ah hukumnya wajib adalah perbedaan redaksi, dan bahkan sebagian mereka secara tegas mengatakan wajib” (Kitabush Shalat, karya Ibnul Qayyim, hal. 111)
  • Al-‘Alamah ‘Alauddin as-Samarqandi, seorang ulama’ besar di kalangan madzhab Hanafi berkata: “Shalat berjama’ah hukumnya adalah wajib, dan sebagian sahabat kami (ulama madzhab Hanafi) mengatakan sunnah mu’akaddah, keduanya mengandung makna yang sama, karena mengacu pada hadits yang bersumber dari Nabi shallallahu 'alahi wasallam, bahwa beliau selalu melakukan shalat berjama’ah begitu juga ummat setelah beliau sampai hari ini, disertai dengan pengingkaran terhadap orang yang meninggalkannya. Dan yang demikian merupakan pengertian wajibnya bukan sunnah” (Tuhfah al-Fuqaha’, I/358)
  • Imam asy-Syafi’i berkata: “Aku tidak akan memberikan keringanan bagi siapa saja yang mampu melakukan shalat berjama’ah untuk meninggalkannya kecuali ada halangan” (Kitab al-‘Um, hal. 277)
  • Imam an-Nawawi berkata: “Shalat berjama’ah diperintahkan berdasarkan hadits-hadits yang sahih dan dikenal luas serta kesepakatan kaum Muslimin. Dan di kalangan sahabat kami (Ulama madzhab Syafi’I) ada tiga pendapat. Salah satu diantaranya mengatakan fardhu kifayah, yang kedua mengatakan sunnah dan yang ketiga mengatakan fardhu ‘ain namun tidak merupakan syarat sahnya shalat. Dan pendapat yang ketiga ini merupakan pendapat dua ulama besar yang memiliki keahlian dalam ilmu Fiqh dan hadits di kalangan madzhab kami yaitu Abu Bakar bin Khuzaimah dan Ibnu al-Mundzir. Berkata al-Rafi’i: “Pendapat yang ketiga ini dikatakan juga sebagai pendapat asy-Syafi’i (al-Majmu’, IV/183)
  • Dikalangan madzhab Imam Ahmad bin Hanbal, kebanyakan mereka mengatakan:”Sesungguhnya shalat berjama’ah adalah wajib bagi setiap orang, berdosa bagi yang meninggalkan dan bukan merupakan syarat sahnya shalat, dan dalam riwayat yang lain dikatakan merupakan syarat sahnya shalat. Berkata al-Mardawi di dalam al-Inshaf: “Bahwa perkataan Imam Ahmad bin Hanbal yang mengatakan bahwa shalat berjama’ah adalah wajib untuk shalat lima waktu bagi laki-laki dan tidak merupakan syarat (sahnya shalat) adalah madzhab beliau dan tidak ada keraguan, juga pendapat kebanyakan ulama madzhab Hambali, bahkan kebanyakan mereka memastikan dan mencatat bahwa itulah pendapat yang dipegang oleh Imam Ahmad.”(Lihat, Abwabu Shalatiljama’ah dari Kitab al-Inshaf, al-Iqna’ dan al-Mughni)
  • Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Shalat berjama’ah merupakan perkara yang ditekankan di dalam agama berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin dan hukumnya wajib bagi setiap orang menurut sebagian besar kalangan Salaf dan para Imam Ahli Hadits seperti Ahmad, Ishaq dan selain dari keduanya serta sebagian ulama madzhab asy-Syafi’i. Dan hukumnya fardhu kifayah menurut sebagian ulama madzhab asy-Syafi’i dan selain mereka. Dan pendapat ini yang lebih kuat di kalangan mereka.”
  • Orang yang terus menurus meninggalkan shalat berjama’ah adalah orang yang tidak baik, harus dicegah, diperingatkan, bahkan dihukum serta ditolak kesaksiannya meskipun ada yang mengatakan bahwa hukumnya adalah sunnah mu’akkadah.”
  • Beliau juga mengatakan: “Barangsiapa yang berkeyakinan bahwa shalat di rumahnya lebih utama daripada shalat berjama’ah di masjid maka dia adalah sesat dan pelaku bid’ah menurut kesepakatan kaum Muslimin. Karena shalat berjama’ah bisa jadi hukumnya fardhu ‘ain atau fardhu kifayah, sementara dalil-dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah menunjukkan bahwa shalat berjama’ah adalah wajib bagi setiap orang. Dan mereka yang mengatakan sunnah mu’akaddah dan tidak mengatakan wajib mencela orang yang terus-menerus meninggalkannya, bahkan orang yang sering meninggalkan perkara sunnah yang hukumnya di bawah hukum shalat berjama’ah akan luntur sifat adilnya dan tidak diterima kesaksiannya menurut mereka, maka bagaimana pula orang yang terbiasa meninggalkan shalat berjama’ah ??? Maka dia harus diperintahkan untuk melaksanakannya menurut kesepakatan kaum Muslimin dan dicela karena meninggalkannya, Dan orang yang terus-menerus meninggalkan sunnah rawatib yang kedudukannya di bawah shalat berjama’ah tidak dibolehkan untuk memutuskan suatu perkara, memberikan kesaksian dan berfatwa, maka bagaimana pula dengan shalat berjama’ah yang merupakan syiar Islam yang paling agung.”(Majmu’ al-Fatawa, XXIII/253)
  • Ibnul Qayyim berkata: “Barangsiapa yang memperhatikan sunnah Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam dengan pehatian yang sungguh-sungguh akan jelas baginnya bahwa melakukan shalat berjama’ah di masjid adalah fardhu ‘ain (wajib bagi setiap orang) kecuali ada halangan yang membolehkan meninggalkan shalat Jum’at dan shalat berjama’ah, maka tidak hadir ke masjid tanpa ada halangan sama seperti meninggalkan shalat berjama’ah secara keseluruhan. Dengan demikian terjadi kesingkronan pada seluruh hadits dan atsar (yang berkenaan dengan shalat berjama’ah.pent)”… hingga Beliau berkata: “Maka keyakinan yang kita pegang dan kita pertanggungjawabkan kepada Allah bahwa tidak boleh bagi seorangpun meninggalkan shalat berjama’ah di masjid kecuali ada halangan. Wallahu a’lam bish shawab. (Kitab ash-Shalah, hal. 137)
  • Telah kita sebutkan di atas perkataan Imam asy-Syaukani (Lihat, manfaat yang Kesepuluh)
  • Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhust al-‘Ilmiyah wa al-Ifta’ (Komisi Tetap Bidang Penelitian Ilmiah dan Fatwa) pada Lembaga Ulama-ulama Besar Saudi Arabiyah telah memberikan jawaban berkaitan dengan permasalahan ini: “Bahwa shalat lima waktu dengan berberjama’ah di masjid adalah wajib bagi setiap mukallaf laki-laki, maka barangsiapa yang meninggalkannya dengan sengaja tanpa ada halangan maka dia telah berdosa, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alahi wasallam. “Barangsiapa mendengar adzan, lalu dia tidak mendatanginya maka tidak ada shalat baginya kecuali karena halangan”. (H.R Ibnu Majah, dan ad-Daruquthni dengan sanad yang sahih) Dan Ibnu Abbas pernah ditanya tentang al-‘Udzur (halangan), maka dia menjawab: “ dalam keadaan ketakutan atau sakit.” (Fatwa al-Lajnah ad-Da’imah VII/292)

Maka setelah terpaparkan atsar (perkataan-perkataan) para sahabat dan perkataan para Ulama Salaf jelaslah bagi kita secara gamblang bahwa shalat berjama’ah adalah wajib bagi setiap orang, dan bukan merupakan syarat sahnya shalat. Barangsiapa meninggalkannya tanpa ada halangan maka dia berdosa dan telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Alhamdulillah, sebagaimana telah jelas pula bahwa meskipun ungkapan para Ulama beraneka ragam dalam menamai hukum shalat berjama’ah antara fardu ‘ain atau fardhu kifayah atau sunnah mu’akkadah, namun mereka sepakat bahwa barangsiapa yang meninggalkannya maka dia berdosa, dan perbedaan yang ada di kalangan mereka hanya sekedar perbedaan redaksi saja. Maka janganlah seseorang terpedaya oleh sebagian orang yang menganggap remeh hukum ibadah yang agung ini.

Kepada Allah-lah aku memohon agar menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang dapat menegakkan shalat, menunaikan zakat dan senantiasa ruku’ bersama orang-orang yang ruku’.
Dan semoga Allah memberikan ampunan kepada kita, kedua orang tua kita, ulama kita, dan seluruh kaum Muslimin.

Semoga shalawat dan salam serta keberkahan senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan segenap sahabatnya.

www.alsofwah.or.id

2 komentar: