Senin, 23 Agustus 2010

Perbaiki Subuh Kita

"Siapa yang ingin berjihad di jalan Allah, saya tunggu di bukit ini
ba'da subuh"

Kalimat di atas sangat melekat di benak saya, meski sudah lebih dua
puluh tahun silam saya mendengarnya di sebuah film epik berjudul Cut
Nyak Dien. Kisah kepahlawanan para pejuang Aceh yang gagah perkasa
melawan penjajah Belanda ketika itu. Kalimat penuh semangat dan
mengandung ruh jihad itu diucapkan oleh seorang panglima perang Aceh,
Teuku Umar di hadapan para pejuangnya.

Bertahun-tahun saya sempat bertanya, "kenapa ba'da subuh?"

Kala itu, jawaban yang saya dapat sangat polos, lumayan masuk akal,
namun cukup menggelikan kalau dipikir-pikir. "Orang-orang Belanda itu
nggak sholat subuh, jadi kalau pasukan Aceh menyerbu ba'da subuh,
pasukan Belanda masih tidur dan tidak siap menghadapi serangan".

Seiring dengan waktu, saya mendapatkan jawaban yang mudah-mudahan
lebih tepat untuk pertanyaan, "kenapa ba'da subuh?"

Diantara lima waktu sholat wajib, subuh dianggap paling berat meskipun
jumlah rakaatnya paling sedikit. Bangun subuh, mendirikan sholat dan
berjamaah di masjid adalah perjuangan berat bagi sebagian orang.
Bangunnya saja perlu perjuangan, beberapa mata tak sanggup terbuka,
sebagian bangun dengan bermalas-malasan, ada yang terbangun kemudian
terlelap lagi, ada yang bergerak hanya untuk menarik selimut dan
melanjutkan mimpi, dan ada pula yang sama sekali tak bergerak dan
terus mendengkur.

Ada orang-orang yang memerlukan bantuan orang lain untuk bangun subuh.
Kalau pun sudah bangun, ada yang menunda-nunda sholatnya. Ada pula
berdiri sholat dalam keadaan malas, itu terlihat dari gerakan
sholatnya yang terburu-buru atau dari sikap berdirinya yang tidak
tegap. Dan ada loh yang sholat sambil matanya terpejam atau sholat
sambil berkali-kali menguap.

Sampai disini sebenarnya sudah lumayan bagus, yang penting masih mau
sholat subuh. Tetapi bagi orang-orang yang beriman, ketika adzan
berkumandang ia semangat bergegas membasuh muka. Bahkan sebagian
lainnya menyesal jika hanya terbangun pada saat adzan, sebab ia
biasanya bangun di sepertiga malam dan tak tertidur lagi sampai waktu
subuh. Orang-orang ini, rela mengorbankan kenikmatan tidurnya serta
meminimalkan istirahatnya.

Kesungguhannya semakin teruji ketika ia memilih untuk membelah fajar,
menerobos udara dingin menuju masjid untuk sholat berjamaah.
Orang-orang yang bersungguh-sungguh diwaktu subuh inilah yang dipilih,
seperti Muhammad yang terpilih untuk mengangkat Hajar Aswad karena
tiba di Ka'bah lebih dulu.

Maka wajar jika Teuku Umar meminta para pejuangnya berkumpul persis
ba'da subuh, karena ia hanya ingin berjuang bersama orang-orang yang
memiliki semangat pengorbanan, yang jiwanya dipenuhi kesungguhan
diatas rata-rata kebanyakan orang lainnya. Mereka yang tak bangun
subuh, bukan saja tertinggal tak ikut berjuang, melainkan memang tak
dibutuhkan sama sekali dalam perjuangan karena dianggap tak
bersungguh-sungguh.

Semangat dan kesungguhan yang diperoleh dari kebiasaan sholat subuh,
bisa kita terapkan dalam mengatasi berbagai masalah kehidupan. Seberat
apapun masalah, pasti ada jalan keluarnya. Masalahnya adalah, apakah
kita memiliki semangat dan kesungguhan diatas rata-rata untuk mencari
jalan keluarnya? Jika belum, mungkin ada baiknya kita mulai dengan
sama-sama memperbaiki subuh kita. Mau? (gaw)


http://warnaislam. com


1 komentar:

  1. subhanallah, sesungguh kekuatan dan persatuan umat islam terletak pada wktu subuh. dma masjid di penuhi oleh umat islam yg berbondong2 melaksanakan mlaksanakan sholat subuh. kekuatan inilah yg di takuti oleh kaum yahudi akan menghancurkan mrk suatu saat nanti

    BalasHapus