Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan dari Ummul Mukmin Aisyah ra bahwa Allah telah mewajibkan qiyamullail kepada Rasulullah SAW di awal surat Muzzammil. Beliau dan para sahabat telah menegakkannya di sebagian malam sehingga kaki-kaki mereka bengkak. Setelah genap dua belas bulan, Allah memberikan keringanan dengan diturunkannya ayat kedua puluh dari surat ini pula. Maka berubahlah hukum qiyamu lail yang tadinya wajib menjadi satu ibadah yang sunnah.
Qiyamul lail adalah kebutuhan setiap orang Muslim. Apalagi, bagi aktivis Islam dan pengemban amanah agama yang berat; dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, jihad, dan menyuarakan kebenaran. Allah Ta’ala berfirman di Al-Qur’an,
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya). (Yaitu) seperduanya atau kurangi dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an dengan perlahan-lahan.” (Al-Muzzamil: 14).
Kenapa ada perintah seperti itu? Pertanyaan ini dijawab Al-Qur’an,
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan berat.” (Al-Muzzammil: 5).
Kami (Allah) akan berikan kepadamu amanah yang sulit, beban berat, dan perintah-perintah yang membutuhkan tekad kuat dan semangat tinggi. Itulah amanah yang ditolak langit dan bumi, sebab merasa tidak mampu mengembannya, lalu dibebankan di pundak manusia. Seseorang tak akan mampu mengerjakan tugas-tugas dakwah, tarbiyah, amar ma’ruf nahi munkar, dan jihad, tanpa bekal yang bisa ia gunakan dalam perjalanannya menuju Allah Ta’ala. Tanpa bekal, perjalanannya terhenti di separoh perjalanan dan ia mati di tempat-tempat bahaya, sebelum tiba di tempat tujuan.
Sungguh, seorang da’i atau mujahid yang diatas pundaknya terbebankan panji-panji dakwah, pasti akan mendapati cobaan, siksaan dan intimidasi, dan tentu sangat membutuhkan senjata untuk mengukuhkan mereka. Senjata yang meneguhkan hati dan jiwa mereka.
Qiyamullail bukanlah sekadar berdiri sholat berjam-jam. Tetapi ia merupakan tarbiyah imaniyah. Tarbiyah untuk selalu berhubungan dengan Yang Maha Pencipta, untuk bermunajat ke pada-Nya. Ia merupakan wasilah untuk mendekatkan diri, berdzikir dan bertawakkal kepada-Nya. Qiyamul lail sarana untuk belajar khusyuk, tunduk, merendahkan diri dan bertaubat kepada Allah Ta’ala. Menguatkan hati, menumbuhkan semangat tinggi, dan ketinggian di jiwa. Kadang, kita melihat seseorang lemah dan kurus, tapi ia punya tekad yang bisa meruntuhkan gunung dan menjebol tembok. Ia punya semangat seperti itu, karena selalu tunduk kepada Allah Ta’ala, khusyuk, dan takut kepada-Nya saja.”
Dalam konteks ini, ada hal yang tak bisa ditinggalkan : menghafal Al Qur’an. Nikmatnya bermunajat, relatif sulit didapat, jika seseorang hanya hafal beberapa ayat dari Al Qur’an dan diulangnya tiap rokaat sholatnya. Insya Allah, kenikmatan itu akan semakin terasa, tatkala kaki berdiri tegak untuk memulai munajat, hati tergerak disinari ayat-ayat Ilahi, yang kemudian dibiaskan ke dalam penglihatan, pendengaran, jiwa dan kehidupan.
Sejarah mencatat betapa kuat pengaruh Qiyamul Lail ini. Pada diri Sulaiman Al-Halbi. Beliau mengerjakan qiyamul lail sebulan penuh di Masjid Al-Azhar, sebelum membunuh Cliber, seorang komandan perang Perancis. Sementara, Shalahuddin Al-Ayyubi, memilih pasukannya dengan Qiyamul Lail sebagai parameter. Hingga shirah Nabawi, mencatat persiapan Perang Badar, yang diisi dengan munajat tak putus kepada ilahi di malam hari.
Sungguh, ketundukan seorang muslim pada malam hari adalah kunci kebesarannya di siang hari, sujud seorang muslim pada malam hari adalah jalan kemuliaannya pada siang hari, senjata kemenangan atas musuh-musuhnya, rahasia kesuksesan di dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, dan jihadnya.
Wallohu a'lam bishowab.
Akhina Rusydina
Qiyamul lail adalah kebutuhan setiap orang Muslim. Apalagi, bagi aktivis Islam dan pengemban amanah agama yang berat; dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, jihad, dan menyuarakan kebenaran. Allah Ta’ala berfirman di Al-Qur’an,
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya). (Yaitu) seperduanya atau kurangi dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an dengan perlahan-lahan.” (Al-Muzzamil: 14).
Kenapa ada perintah seperti itu? Pertanyaan ini dijawab Al-Qur’an,
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan berat.” (Al-Muzzammil: 5).
Kami (Allah) akan berikan kepadamu amanah yang sulit, beban berat, dan perintah-perintah yang membutuhkan tekad kuat dan semangat tinggi. Itulah amanah yang ditolak langit dan bumi, sebab merasa tidak mampu mengembannya, lalu dibebankan di pundak manusia. Seseorang tak akan mampu mengerjakan tugas-tugas dakwah, tarbiyah, amar ma’ruf nahi munkar, dan jihad, tanpa bekal yang bisa ia gunakan dalam perjalanannya menuju Allah Ta’ala. Tanpa bekal, perjalanannya terhenti di separoh perjalanan dan ia mati di tempat-tempat bahaya, sebelum tiba di tempat tujuan.
Sungguh, seorang da’i atau mujahid yang diatas pundaknya terbebankan panji-panji dakwah, pasti akan mendapati cobaan, siksaan dan intimidasi, dan tentu sangat membutuhkan senjata untuk mengukuhkan mereka. Senjata yang meneguhkan hati dan jiwa mereka.
Qiyamullail bukanlah sekadar berdiri sholat berjam-jam. Tetapi ia merupakan tarbiyah imaniyah. Tarbiyah untuk selalu berhubungan dengan Yang Maha Pencipta, untuk bermunajat ke pada-Nya. Ia merupakan wasilah untuk mendekatkan diri, berdzikir dan bertawakkal kepada-Nya. Qiyamul lail sarana untuk belajar khusyuk, tunduk, merendahkan diri dan bertaubat kepada Allah Ta’ala. Menguatkan hati, menumbuhkan semangat tinggi, dan ketinggian di jiwa. Kadang, kita melihat seseorang lemah dan kurus, tapi ia punya tekad yang bisa meruntuhkan gunung dan menjebol tembok. Ia punya semangat seperti itu, karena selalu tunduk kepada Allah Ta’ala, khusyuk, dan takut kepada-Nya saja.”
Dalam konteks ini, ada hal yang tak bisa ditinggalkan : menghafal Al Qur’an. Nikmatnya bermunajat, relatif sulit didapat, jika seseorang hanya hafal beberapa ayat dari Al Qur’an dan diulangnya tiap rokaat sholatnya. Insya Allah, kenikmatan itu akan semakin terasa, tatkala kaki berdiri tegak untuk memulai munajat, hati tergerak disinari ayat-ayat Ilahi, yang kemudian dibiaskan ke dalam penglihatan, pendengaran, jiwa dan kehidupan.
Sejarah mencatat betapa kuat pengaruh Qiyamul Lail ini. Pada diri Sulaiman Al-Halbi. Beliau mengerjakan qiyamul lail sebulan penuh di Masjid Al-Azhar, sebelum membunuh Cliber, seorang komandan perang Perancis. Sementara, Shalahuddin Al-Ayyubi, memilih pasukannya dengan Qiyamul Lail sebagai parameter. Hingga shirah Nabawi, mencatat persiapan Perang Badar, yang diisi dengan munajat tak putus kepada ilahi di malam hari.
Sungguh, ketundukan seorang muslim pada malam hari adalah kunci kebesarannya di siang hari, sujud seorang muslim pada malam hari adalah jalan kemuliaannya pada siang hari, senjata kemenangan atas musuh-musuhnya, rahasia kesuksesan di dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, dan jihadnya.
Wallohu a'lam bishowab.
Akhina Rusydina
Sungguh, ketundukan seorang muslim pada malam hari adalah kunci kebesarannya di siang hari, sujud seorang muslim pada malam hari adalah jalan kemuliaannya pada siang hari, senjata kemenangan atas musuh-musuhnya, rahasia kesuksesan di dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, dan jihadnya.
BalasHapusWallohu a'lam bishowab.kt kt itulah semanagat yang mengerakan hati